Main Article Content

Abstract

ABSTRAK
Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 85/PUU-XIV/2016 telah memutuskan untuk membatasi makna “pihak lain” dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 199 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang sebelumnya berbunyi “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.” Sehingga menjadi “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pelaku usaha lain dan/atau pihak yang terkait dengan pelaku usaha lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembatasan makna tersebut telah tepat jika dikaji dengan semangat demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan metode yuridis normatif, penelitian ini membahas tentang perubahaan makna frasa pihak lain dalam Pasal 22 UU Persaingan Usaha serta bagaimana akibat hukumnya. Hasil menunjukkan bahwa pembatasan makna pada Pasal 22 ini juga tidak sesuai dengan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang menjadi pondasi hukum demokrasi ekonomi di Indonesia dimana setiap pelaku usaha memiliki hak untuk berada dalam iklim persaingan yang sehat dan wajar, dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi di dalam dunia usaha dan mengakibatkan persekongkolan tender yang melibatkan pihak penyelenggara tender tidak dapat dijerat dikarenakan pihak penyelenggara tender bukan lagi subjek hukum yang diatur dalam pasal a quo, sedangkan, dalam proses penyelenggaraan tender pihak penyelenggara memungkinkan bersekongkol dengan pihak pelaku usaha untuk mengatur pemenang tender.
Kata kunci: demokrasi ekonomi; persaingan usaha; persekongkolan tender.



ABSTRACT
The Constitutional Court through Decision Number 85/PUU-XIV/2016 has decided to limit the meaning of “Pihak Lain” in Article 22 of Law Number 5 of 1999 on Prohibition of Monopoly Practices and Unfair Business Competition which previously mandated “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.” becomes “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pelaku usaha lain dan/atau pihak yang terkait dengan pelaku usaha lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.” This research aims to find out whether the restrictions on the meaning of “pihak lain” are appropriate if studied in the spirit of economic democracy as intended in Article 33 paragraph (4) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Using normative juridical methods, this research discusses changes in the meaning of “pihak lain” in Article 22 of the Business Competition Law and what the legal consequences are. The results show that the restrictions on the meaning of “pihak lain” in Article 22 are also not in accordance with Article 33 paragraph (4) of the 1945 Constitution which is the legal foundation of economic democracy in Indonesia where every business actor has the right to be in a climate of healthy and reasonable competition, and equal opportunities to participating in the business world and resulting in tender collusion involving the tender organizer cannot be charged because the tender organizer is no longer a legal subject as regulated in the a quo article, whereas, in the process of holding a tender it is possible for the organizer to conspire with business actors to arrange the tender winner.
Keywords: bid rigging; economic democracy; business competition.

Keywords

demokrasi ekonomi persaingan usaha persekongkolan tender

Article Details

How to Cite
Muhammad, F. (2023). BATASAN MAKNA FRASA “PIHAK LAIN” PADA PASAL 22 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSITUSI DAN AKIBAT HUKUMNYA. ACTA DIURNAL Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, 6(2), 268 - 281. https://doi.org/10.23920/acta.v6i2.1490

References

  1. DAFTAR PUSTAKA
  2. Buku
  3. Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2000.
  4. Ari Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta:2002.
  5. Binoto Nadapdap, Hukum Acara Persaingan Usaha, Jala Permata Aksara, Jakarta: 2009.
  6. Elisatris Gultom, Aspek Hukum Persaingan Usaha dalam Kegiatan Usaha Waralaba di Indonesia, Logoz Publishing, Bandung: 2018.
  7. Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Cet.I, Sinar Grafika, Jakarta: 2008.
  8. Munir Fuadi, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung:2002.
  9. Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Prakteknya di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2012.
  10. Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta: 2013.
  11. Rhido Jusmadi, Konsep Hukum Persaingan Usaha, Setara Press, Malang:2014.
  12. Jurnal
  13. Anita Afriana (et.al), “Kemitraan Dalam Prespektif Persaingan Usaha dan Penyelesaian Sengketa”, Acta Diurnal, Volume 4, Nomor 1, Desember 2020.
  14. Remy Sjahdeni, dkk, “Membudayakan Persaingan Sehat”, Jurnal Hukum Bisnis: Jakarta: Yayasan Pengemban Hukum Bisnis, 2002, (Volume 19).
  15. Reynata Alya Hartono (et.all), “Fungsi Jaminan Sebagai Bentuk Kelonggaran Pelaksanaan Pembayaran Denda Pelanggaran Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”, Acta Diurnal, Volume 6, Nomor 1, Desember 2022.
  16. Peraturan Perundang-undangan
  17. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  18. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
  19. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
  20. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  21. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  22. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  23. Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan Dalam Tender.