Relevansi Pengaturan Wali Pernikahan Bagi Anak Hasil Zina dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Dikaji dari Perspektif Hak Asasi Manusia
Main Article Content
Abstract
Pernikahan merupakan dambaan setiap pasangan. Bila membahas mengenai pernikahan dalam agama Islam, maka akan berbicara juga perihal wali nikah. Anak hasil perzinaan terutama anak perempuan kerap kali menghadapi permasalahan mengenai peran wali nikah. Oleh karena itu, diperlukan pemastian terpenuhinya hak seseorang dalam melangsungkan perkawinan yang membutuhkan wali nikah terlepas dari status kelahiran seorang anak perempuan bilamana dilihat dari perspektif hak asasi manusia. Melalui penelitian normatif yuridis terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), dapat ditemukan pengaturan mengenai siapa yang berhak menjadi wali nikah bagi anak hasil perzinaan yang masih relevan dengan terpenuhinya hak asasi manusia seseorang. Kehadiran pengaturan peran wali hakim sudah menyempurnakan terpenuhinya hak asasi tersebut. Dalam hal seseorang tidak terpenuhi hak asasinya, maka dapat melakukan pengajuan wali hakim untuk dapat menikah sesuai dengan haknya.
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.