Tinjauan Viktimologis terhadap Korban Revenge Porn Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual berdasarkan Tipologi Korban
Main Article Content
Abstract
Kemajuan teknologi informasi yang cepat telah membawa dampak signifikan bagi masyarakat, terutama jika tidak disertai dengan literasi digital yang memadai. Hal ini memunculkan penyalahgunaan internet, seperti kasus revenge porn, yang merupakan kejahatan siber yang merugikan korban secara fisik dan daring. Penelitian ini bertujuan memahami bagaimana hukum dan viktimologi dapat melindungi korban dan mencegah kejahatan revenge porn dengan menggunakan metode penelitian normatif yuridis melalui pendekatan peraturan perundang-undangan yang bersifat kualitatif. Sebelum diberlakukannya UU TPKS, perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual di Indonesia sangat tidak memadai. Dengan adanya UU TPKS, kini terdapat kerangka hukum yang lebih komprehensif untuk menangani kasus kekerasan seksual, memberikan perlindungan, dan memastikan keadilan bagi korban. Dari perspektif viktimologi, korban revenge porn dapat dikategorikan sebagai korban yang tidak bersalah atau tidak berpartisipasi, meskipun mereka terlibat dalam pembuatan konten. Faktor utama terjadinya victim blaming dalam kasus revenge porn adalah ketidakadilan gender dan mitos pemerkosaan. UU TPKS memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi korban revenge porn. Namun, perubahan sikap dan persepsi masyarakat serta peningkatan kesadaran akan ketidakadilan gender tetap diperlukan.
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.